Belum Selesai
"Hei, gimana kabarmu, kawan..? Baik bukan.
Hmm, kau masih marah padaku..?? Ah, sudahlah. Ayolah maafkan aku.."
Iya, aku sadar, sudah sekian lama aku mengabaikan janjiku untuk selalu membuat noda di tubuhmu. Sekali lagi maaf. Entahlah, beberapa minggu ini aku malas mengerjakan apa pun, jangankan sekedar menyapamu, mengerjakan tugas-tugas wajib dari dosen pun aku malas. Aaaargh, mau jadi apa aku ini..?
Yasudahlah, yang penting sekarang aku ingin kau memaafkanku. Kawan, aku ingin bercerita padamu.
Dua minggu yang lalu aku mendapat kabar bahagia. Pagi buta sekitar jam 3 pagi, nokiaku berdering, kesal, bunyinya membuyarkan bunga tidurku. Segera aku baca pesan singkat di hp, sontak, aku kaget, kata pesan itu, aku lolos menjadi salah satu kandidat duta nasional mewakili DKI. Aku bahagiaaa..!! Saking senangnya hilanglah rasa kantukku. Rasanya tak sabar menunggu pagi datang. Aku ingin segera mengabarkan kabar gembira ini pada ibuku. Ya, bunda tersayangku. Bunda yang selalu memberikan inspirasi, bunda motivator nomor satu di dunia. Ah, sudah lama aku tak menjadi kebanggaan hatinya. Kau mungkin tahu, aku memang tak pandai menyembunyikan rasa bahagia, apalagi padanya. Cepatlah pagi. Hm, ingin kulanjutkan tidurku, tapi sepertinya seketika insomnia menyerangku. Aku tak bisa tidur. Akhirnya kuputuskan malam itu juga aku menelpon ibu. Aku tekan nomor, tak lama kemudian ibu mengangkatnya. Wah, senangnya, ternyata ibu sudah terjaga.
Kuceritakan padanya rentetan kabar bahagia itu. Tapi, tahukah kau, kawan. Ibuku diam, tak memberikan respon apa pun tentang ceritaku. Cukup lama terdiam. Tanpa kata, yang terdengar malahan suara isakan tangis.
Hmm, kau masih marah padaku..?? Ah, sudahlah. Ayolah maafkan aku.."
Iya, aku sadar, sudah sekian lama aku mengabaikan janjiku untuk selalu membuat noda di tubuhmu. Sekali lagi maaf. Entahlah, beberapa minggu ini aku malas mengerjakan apa pun, jangankan sekedar menyapamu, mengerjakan tugas-tugas wajib dari dosen pun aku malas. Aaaargh, mau jadi apa aku ini..?
Yasudahlah, yang penting sekarang aku ingin kau memaafkanku. Kawan, aku ingin bercerita padamu.
Dua minggu yang lalu aku mendapat kabar bahagia. Pagi buta sekitar jam 3 pagi, nokiaku berdering, kesal, bunyinya membuyarkan bunga tidurku. Segera aku baca pesan singkat di hp, sontak, aku kaget, kata pesan itu, aku lolos menjadi salah satu kandidat duta nasional mewakili DKI. Aku bahagiaaa..!! Saking senangnya hilanglah rasa kantukku. Rasanya tak sabar menunggu pagi datang. Aku ingin segera mengabarkan kabar gembira ini pada ibuku. Ya, bunda tersayangku. Bunda yang selalu memberikan inspirasi, bunda motivator nomor satu di dunia. Ah, sudah lama aku tak menjadi kebanggaan hatinya. Kau mungkin tahu, aku memang tak pandai menyembunyikan rasa bahagia, apalagi padanya. Cepatlah pagi. Hm, ingin kulanjutkan tidurku, tapi sepertinya seketika insomnia menyerangku. Aku tak bisa tidur. Akhirnya kuputuskan malam itu juga aku menelpon ibu. Aku tekan nomor, tak lama kemudian ibu mengangkatnya. Wah, senangnya, ternyata ibu sudah terjaga.
Kuceritakan padanya rentetan kabar bahagia itu. Tapi, tahukah kau, kawan. Ibuku diam, tak memberikan respon apa pun tentang ceritaku. Cukup lama terdiam. Tanpa kata, yang terdengar malahan suara isakan tangis.
Komentar
Posting Komentar