Definisi Klasik: Sering Terabai dalam Pergolakan Keparlemenan Indonesia
Kondisi Parlemen Indonesia
Fenomena yang terjadi di parlemen negara ini memang
tidak ada habisnya untuk diperbincangkan. Lihat saja mulai dari yang tertidur
saat sidang, ricuh saat pengambilan keputusan (kasus Bank Century) hingga
nonton film porno (anggota dari fraksi PKS) saat rapat berlangsung. Ironi
memang, ketika mereka dipilih oleh rakyat dengan harapan bisa mengemban amanah
rakyat. Tetapi, dalam kinerjanya sangat memprihatinkan. Mereka (anggota
parlemen) digaji dari uang rakyat melalui pajak. Mereka bisa duduk dikursi yang
empuk juga karena dukungan rakyat. Seakan anggota dewan yang katanya
‘terhormat’ lupa akan asal-usulnya, ribuan janji yang diucapkannya saat
kampanye. Empuknya kursi dewan membuatnya lupa akan apa yang pernah
diucapkannya.
Saat ratusan juta rakyat Indonesia, ribuan rakyat miskin berharap kebijakan yang berpihak pada mereka. Mereka yang ‘terhormat’ malah sibuk sendiri dengan kepentingan partai politik yang menjadi kendaraannya di parlemen. Sibuk dengan bagi-bagi dana proyek, saling sikut kepentingan. Di saat jutaan anak tak bisa seolah, mereka malah asyik melancong ke luar negeri dengan berbagai macam alasan yang tidak masuk akal. Suatu contoh, Komisi VIII DPR beberapa bulan lalu tepat bulan Mei 2011 melawat ke Australia guna mempelajari penanganan fakir mikin. Tujuan dari lawatan yang dibungkus dengan agenda studi banding tersebut sangat baik. Namun, kenapa anggora Komisi VIII tetap ngotot pergi disaat parlemen Australia sedang mengalami masa reses kepada konstituennya alias libur? Jelas yang sebenarnya agenda utama adalah bukan untuk bertemu dengan Parlemen Australia tetapi hanya pelesiran untuk menghabiskan uang negara. Lawatan tersebut menyedot dana sebesar Rp. 811 juta dengan masing-masing dianggarkan Rp 56 juta per anggota per tujuh hari. Sungguh ironi anggota parlemen di negeri ini.
Namun, bagaimanapun juga kehadiran parlemen dalam sebuah negara menjadi penting karena parlemen merupakan representasi dari masyarakat negara tersebut. Dulunya, di jaman sebelum Westphalia (1648) mungkin tidak diperlukan sebuah parlemen, cukup mengumpulkan masyarakat untuk berkumpul bersama mengambil sebuah keputusan berdasarkan musyawarah. Tetapi, semenjak munculnya konsep negara dan tingginya tingkatnya laju pertumbuhan penduduk membuat hal klasik tersebut sulit untuk diwujudkan. Oleh karenanya, muncul istilah parlemen yang merupakan perwakilan dari rakyat yang di mana anggotanya pun dipilih langsung oleh rakyat dengan rasio yang berbeda-beda di setiap negara. Misalnya jumlah anggota House of Representative (HoR)/DPR Amerika Serikat (AS) ditentukan oleh Kongres, yaitu berdasarkan jumlah penduduk tiap negara bagian. Konstitsusi AS menetapkan 1 kursi setiap 600.000 penduduk dan rasio ini terus berubah sesuai pertumbuhan penduduk.
Saat ratusan juta rakyat Indonesia, ribuan rakyat miskin berharap kebijakan yang berpihak pada mereka. Mereka yang ‘terhormat’ malah sibuk sendiri dengan kepentingan partai politik yang menjadi kendaraannya di parlemen. Sibuk dengan bagi-bagi dana proyek, saling sikut kepentingan. Di saat jutaan anak tak bisa seolah, mereka malah asyik melancong ke luar negeri dengan berbagai macam alasan yang tidak masuk akal. Suatu contoh, Komisi VIII DPR beberapa bulan lalu tepat bulan Mei 2011 melawat ke Australia guna mempelajari penanganan fakir mikin. Tujuan dari lawatan yang dibungkus dengan agenda studi banding tersebut sangat baik. Namun, kenapa anggora Komisi VIII tetap ngotot pergi disaat parlemen Australia sedang mengalami masa reses kepada konstituennya alias libur? Jelas yang sebenarnya agenda utama adalah bukan untuk bertemu dengan Parlemen Australia tetapi hanya pelesiran untuk menghabiskan uang negara. Lawatan tersebut menyedot dana sebesar Rp. 811 juta dengan masing-masing dianggarkan Rp 56 juta per anggota per tujuh hari. Sungguh ironi anggota parlemen di negeri ini.
Namun, bagaimanapun juga kehadiran parlemen dalam sebuah negara menjadi penting karena parlemen merupakan representasi dari masyarakat negara tersebut. Dulunya, di jaman sebelum Westphalia (1648) mungkin tidak diperlukan sebuah parlemen, cukup mengumpulkan masyarakat untuk berkumpul bersama mengambil sebuah keputusan berdasarkan musyawarah. Tetapi, semenjak munculnya konsep negara dan tingginya tingkatnya laju pertumbuhan penduduk membuat hal klasik tersebut sulit untuk diwujudkan. Oleh karenanya, muncul istilah parlemen yang merupakan perwakilan dari rakyat yang di mana anggotanya pun dipilih langsung oleh rakyat dengan rasio yang berbeda-beda di setiap negara. Misalnya jumlah anggota House of Representative (HoR)/DPR Amerika Serikat (AS) ditentukan oleh Kongres, yaitu berdasarkan jumlah penduduk tiap negara bagian. Konstitsusi AS menetapkan 1 kursi setiap 600.000 penduduk dan rasio ini terus berubah sesuai pertumbuhan penduduk.
Selain itu, parlemen juga berfungsi sebagai check and
balance kinerja pemimpin. Dalam prinsip demokrasi, check and balance menjadi
hal yang mutlak penting untuk mencegah adanya penyalahgunaan wewenang oleh pemimpin.
Atau lebih mudahnya parlemen menjadi sebuah kontrol atas kinerja pemimpin. Hal
ini juga bisa dilihat sebagai upaya pencegahan pemimpi ke arah otoriter (karena
seorang pemimpin negara harus mendiskusikan dengan parlemen jika ingin
mengambil sebuah kebijakan).
Sebagai perwakilan dari masyarakat sebuah parlemen
seyogyanya harus bertindak sesuai dengan keinginan rakyat. Jika kita telaah
lebih dalam kata ‘perwakilan’ itu sendiri, maka maknanya yang bertindak sebagai
majikan adalah rakyat sehingga tak ayal parlemen hanyalah sebuah penyambung
lidah atau lebih sederhana dikatakan kurir bagi rakyat. Namun, dalam prakteknya
hal tersebut sulit diwujudkan di hampir semua negara di dunia termasuk di
Indonesia. Anggota parlemen sering membawa-bawa kalimat demi kepentingan
rakyat. Terkadang kita pun sulit membedakan arti ‘kepentingan rakyat’ itu
sendiri. Kepentingan rakyat siapa yang mereka maksud? Rakyat anggota parpol?
Rakyat yang seideologi dengannya saja? Kita pun terkadang tampak terbuai ketika
para anggota parlemen membawah embel-embel demi kepentingan rakyat.
“What should They (Parliament) Do?”
Setelah mengetahui morat-maritnya
kondisi parlemen Indonesia dan berbagai kritikan yang datang dari dalam maupun
luar yang terus menghujat Parlemen, tentu Indonesia memiliki cita-cita untuk
memperbaiki kondisi ini. Peningkatan kinerja parlemen yang berujung pada
peningkatan dukungan dan kepercayaan masyarakat adalah salah satu tujuannya.
Keduanya harus saling melangkah berjejeran seirama.
Dari berbagai hal di atas, kiranya
Penulis hanya ingin mengingatkan kembali definisi-definisi yang klasik ada di
dalam buku, jurnal, maupun aturan dalam kepemimpinan dan kepemerintahan kepada
para wakil rakyat. Sebuah pengharapan dari Penulis agar hal-hal ini dapat
segera diamalkan, sehingga solusi ini bukan hanya menjadi ukiran yang tidak
bermakna, tetapi dapat diaplikasikan di kehidupan Parlemen Indonesia yang
berujung pada kondisi yang lebih baik.
1. Return to the your basic work!
Parlemen adalah wakil rakyat, dasar
pekerjaannya adalah penyambung lidah rakyat. Sehingga bagi para anggota
parlemen, kembalilah ke pekerjaan dasar. Lebih profesional dan independen dalam
membawa tuntutan rakyat. Suarakan dengan kencang jika memang itu kepentingan
rakyat. Dan satu hal yang penulis tidak toleran. Jangan membawa embel-embel
demi kepentingan rakyat hanya untuk menutupi kepentingan-kepentingan lain.
2. Transparancy
Terkadang rakyat dibuat bingung oleh
informasi-informasi media terkait dengan kinerja parlemen. Hal ini disebabkan
kurangnya transparansi. Lobi tidak transparan antara pejabat di tingkat pusat
dan daerah dengan parlemen sangat mungkin terjadi dan rawan korupsi. Penulis
pun sempat berfikir, apakah memang kurang transaparan atau memang harus
disembunyikan agar tidak diketahui oleh publik? Untuk para anggota Komisi di
parlemen yang doyan mengajukan proposal untuk hal-hal yang terkadang tidak
jelas dan tidak masuk akal. Untuk ke depan diharapkan untuk lebih transparan
atas proyek-proyek yang diajukan agar masyarakat tidak menebak-nebak sesuatu
yang tidak akurat kebenarannya. Ingat prinsip ‘wakil rakyat’!
3 3. Accountability
Jelas para wakil rakyat harus
bertanggungjawab. Hal ini menjadi penting karena mereka (wakil rakyat)
mengemban amanah dari rakyat. Namun, penulis melihat kebanyakan mereka kurang
bertanggungjawab. Coba kita lihat, saat sidang yang jelas-jelas akan membahas
tuntutan rakyat jarang sekali kursi anggota dewan terisi penuh. Hampir tidak
pernah 100 persen bisa hadir semua mereka. Atau mereka hadir, tapi tertidur
saat sidang berlangsung (lihat berita-berita terkait kemarahan Presiden SBY
melihat anggota dewan tertidur saat mendengarkan pengarahan darinya). Hanya jas
yang diletakkan di kursi, tapi mereka hilang entah ke mana. Pantas kalo ada
yang memberi gelar 3P untuk anggota dewan, yaitu pemalas, pembolos, dan
pembual. Anggota dewan yang bertanggungjawab itu perlu dan penting.
4 4.
Have a Strong Strategic Vision
Parlemen harus memiliki visi yang
jelas. Sebuah visi akan menjadi hal yang mutlak penting karena visi akan
menjadi guide (pemandu) dalam mengemban amanah rakyat. Bak mencari pintu keluar
dalam kegelapan tanpa sinar sedikitpun, sebuah visi akan menjadi cahaya untuk
menuntun kita mencapai tujuan, yaitu jalan keluar. Visi itu sendiri harus
berorientasikan pada upaya mensejahterahkan masyarakat. Sehingga dalam
perjalanan nantinya, para anggota dewan dalam membuat atau merancang sebuah UU
akan sangat berguna bagi rakyat.
5. Make a Two Ticket System
Melihat sistem pemilu di Indonesia,
membuat penulis sempat memikirkan sistem dua tiket. Pemilu selama ini hanya
memberikan satu tiket kepada rakyat. Rakyat hanya bisa menaikkan anggota
parlemen dengan mencoblos kandidat yang sesuai dengannya secara langsung.
Namun, rakyat tidak bisa menurunkan mereka. Meminjam istilah acara yang
diselenggarakan Beswan Djarum. Penulis mencoba think out of the box. Sistem dua
tiket yang penulis maksudnya adalah, rakyat seharusnya juga bisa menurunkan
anggota parlemen yang dinilai kinerjanya merosot dan selalu membuat ‘ulah’.
Jadi, tidak usah menunggu masa jabatan selama 5 tahun untuk mengganti mereka.
Selain bisa menaikkan, rakyat juga bisa menurunkan mereka secara langsung.
Lima poin di atas setidaknya
merupakan hasil pemikiran penulis guna memberikan sedikit saran dan masukan
terhadap format ideal parlemen Indonesia. Sebagai masyarakat Indonesia yang
prihatin terhadap kondisi pemerintahan dan perpoltikan
Indonesia.Pemikiran-pemikiran dari seluruh rakyat Indonesia sangat diperlukan
untuk menuju Indonesia yang lebih baik ke depan.
Untuk para anggota dewan yang merupakan
representasi dari rakyat mengemban tugasmu dengan penuh tanggungjawab dan
profesionalisme. Sedikit joke dari penulis, ada turis mengunjungi gedung
DPR-RI. Melihat para anggota dewan yang berdatangan dengan mobil-mobil mewah,
lengkap dengan gadget canggih ditangan. Turis pun berkata kepada penerjamah
bahasanya, “ternyata rakyat Indonesia makmur semuanya”. Penerjemah menjawab,
“bagaimana bisa mister?”. Bule balik menjawab, “lihat tuh, para wakil rakyatnya
hidup mewah”. HIDUP PARLEMEN INDONESIA!
*ditulis sebagai syarat "Delegasi Parlemen Mahasiswa 2011"
Wish Me Luck! :)
hei..
BalasHapuspromoin blog baru ku ni
http://naklawang.blogspot.com/
follow juga ya,..
:)